Joo Ji Hoon Rilis Buku Foto
Belum lama ini Joo Ji Hoon (aktor Princess Hours) melakukan pemotretan di Pulau Bali dan Paris. Foto-foto hasil pemotretan itu akan dirilis dalam buku yang berjudul Landmark pada 19 Oktober ini.
Aktor yang juga bermain dalam serial The Devil ini selalu tampil cool. Kali ini ia menunjukkan sisi aslinya di depan kamera. Buku foto ini memuat foto-foto yang dibuatnya sendiri dan foto semasa kecil. (Sumber: Asian Plus)
Joo Ji Hoon Terlibat Kasus Narkoba
(C) Koreatimes
Joo Ji Hoon tentunya dikenal di Indonesia dengan perannya di drama Korea, GOONG atau PRINCESS HOUR. Penangkapan Joo ini juga melibatkan dua bintang Korea lain, Yoon Sul Hui dan model Yeh Hak Young, yang mendapat tuduhan menyelundupkan narkoba dari Jepang ke Korea. Joo mengakui dia mendapatkan barang haram ini dari kedua rekannya.
Dalam pernyataannya, polisi Korea menyatakan bahwa ini kasus pertama di mana selebriti melakukan penyelundupan narkoba untuk dipakai sendiri. (cnb/erl)kapan kita merasakan cinta?
disitu kita akan merasakan sakit hati
kapan kita merasakan bahagia?
disitu kita merasakan kepuasaan
kapan kita merasakan sedih?
disitu kita akan merasakan kepedihan
Cinta…
apa itu…?
kenapa dengan ketulusan cinta orang bisa menderita?
kenapa dengan kesetiaan cinta orang bisa menangis?
kenapa dengan keabadian cinta orang terluka?
bukankah ketulusan,kesetiaan, keabadian bukti dari cinta…?
jadi…dimana bisa dirasakan indah cinta itu sebenarnya…
tanpa menderita…menangis…dan terluka…
CinTa !!!
CiNTa adalah SaHaBat!!!
Sahabat tuk menemani HidupKU!!!!!
Bila Dya Mw menjadi SahaBat HidupKU…….,
maka, dya lah CIntaKU !!!
Melewati hari2 dengan hati dan dihiasi cinta di setiap waktunya!
walau kau tak di samping Ku
Tapi, Hatimu Telah Menemaniku Disetiap Waktuku!
Sedih, bimbang, risih, gelisah, senang, tenang, nyaman, bahagia!!!
Merasakan Anugerah Cinta yang sesungguhnya!
^_^
HANYA UNTUK SENYUMMU....
Aku pasti sudah sering menyebut sesuatu tentang hujan, hm... tepatnya gerimis. Aku tidak tahu
bagaimana asal mulanya, tapi ini sebenarnya mungkin sudah lama. Dulu aku tidak pernah sadar
benar, bahwa gerimis bisa menghadirkan pesona seperti itu. Di kamar kost-ku yang kecil dan
pengap itu, depannya ada beranda kecil, dimana aku bisa duduk di depan pintu atau berdiri di
depan jendela kamar menikmati gerimis. Tuhan adalah pencipta yang penuh ide. Dibuatnya
sebuah siang merangkak menjadi senja dengan gerimis, sementara aku bisa duduk dekat
jendela, dengan segelas kopi panas dan jazz ringan di belakang... hm. Bisakah kamu bayangkan
itu? Pada saat seperti itu, aku begitu penuh. Aku duduk diam, bicara dengan gerimis, tentang
banyak hal, semua yang imajinatif atau nyata. Pesannya begitu jelas, Dia susupkan pelahan
selimutnya di sela taburan gerimis, juga bulir-bulir yang merayap. Rasa damai itu merayap
pelahan, mengisi seluruh kamar sampai sudut-sudut hati, sambil menebar bau tanah basah.
Kalau kita pejamkan mata, sambil menghitung semua yang bisa disyukuri, damainya hampir
seperti ketika jam-jam senyap senggang, kita meniti tasbih.
Sejak itu, setiap gerimis selalu membangkitkan kembali suasana ritmis mistis. Aku bisa
membentangkan sayap-sayap mimpiku ke dunia nyata. Aku bisa mengulang lagi pelajaran
mengeja bahasa yang tak punya kata. Hanya melibatkan perasaan, pikiran dan getaran-getaran
purba. Jangan campur adukkan imajinasi dengan prasangka. Kita adalah cermin eksistensi-Nya.
Karena kita adalah dunia.
Pada tiap penggalan perjalanan, seperti itu, aku bisa mengukurnya dengan getaran yang sama
pada waktu yang lain. Seperti ketika hujan malam, dengan segelas besar kopi panas buat kami
bertujuh, di sebuah ruang yang sempit di sebuah sudut Bandung yang lusuh. Aku dan temantemanku
tidur berdesakan. Hanya berdehem-dehem, lalu ketawa kecil. Biasanya karena
menertawakan ketololan kami sendiri. Ada banyak yang bisa diceritakan, aku juga pilih diam.
Cuma ada dingin menggigit, ruang sempit dan mimpi tentang cinta yang sengit....:)
Aku sering tidak mengira bahwa mimpi bisa jadi sesuatu yang begitu kita perhitungkan. Sebut
saja misalnya soal asosiasi bebas itu, :). Lalu orang bisa seperti berhadapan dengan puisi. Jika
sajak hanyalah usaha menafsir gerak daun jatuh, maka membaca sajak, adalah mengeja tafsiran
maknanya. Gerimis adalah sajaknya, dan duduk di depan jendela seperti yang kuceritakan,
adalah caraku membacanya.
Kelak sayang, akan kuceritakan kembali apa yang kubaca dengan caraku. Aku tambahkan
potongan-potongan rinduku di sela-selanya. Seperti isyarat yang selalu kukirimkan. Padamu
sayang, ketika kita jauh seperti ini, kubangunkan bilik yang kuisi dengan kristal-kristal kata. Takakan ada lagi yang kubiarkan terlalu jauh berjalan lalu terjatuh dalam hujan. Hanya untuk
senyummu.
Semoga kita masih bisa terus berdamai dengan waktu.
Kurnia Allah atas senyummu.....
tik tik tik waktu berdetik
tak mungkin bisa ku hentikan...
maumu jadi mauku
pahitpun itu ku tersenyum...
kamu tak tau rasanya hatiku
saat berhadapan kamu..
tik tik tik air mataku
biar terjatuh dalam hati
mauku tak penting lagi
biar ku buat bahagiamu..
kamu tak tau rasanya hatiku
saat berhadapan kamu...
kamu tak bisa bayangkan
rasanya jadi diriku
yang masih cinta...